Dilarang Mancing di Candi

Sabtu kemarin sepulang dari inspeksi mendadak inisiasi Unair di Pacet, tanpa sengaja saya melihat sebuah candi. Candi Jawi, terletak di barat Pandaan. Kebetulan sepulang dari Pacet menuju Pasuruan saya mlipir via tretes. Candi bergaya jawatimuran ini terletak di kiri jalan jika kita lewat arah barat. Saya sempatkan sejenak observasi bangunan cagar budaya yang adilihung ini. Ada pagar yang terkunci, nampak lusuh dan lesu ditengah perkembangan bangunan fisik di sekitarnya.
Dilarang Mancing

Yang menarik perhatian saya adalah plakat, papan peringatan merah bertuliskan "Dilarang Mancing". Memang disepanjang bawah candi, melingkar kolam buatan yang ditumbuhi teratai. 
Larangan mancing di candi Jawi bukan tanpa alasan. Ini candi, bangunan cagar budaya yang adiluhung bukan kolam pemancingan. Kolam yang mengelilingi candi ini sebagai hiasan agar asri dipandang. 
Dalam penafsiran saya ada air dan teratai sebagai lambang dari kesucian. Seperti dalam buku karya Mary Douglas (1966) berjudul Purity and Danger, an analysis of the concepts of pollution and taboo. Konsep suci dan polusi mengandung nilai moral. Pemancing yang baik itu adalah pemancing yang beretika, tahu tata krama dan yakin pada konsep kualat. Alam liar entah sungai atau muara adalah ciptaan Tuhan yang patut dijaga. Jangan dinodai oleh niat buruk, itulah peran mitos dan taboo yang dirancang para pendahulu untuk kepentingan pelestarian. Douglas menambahkan bahwa "... moral values are upheld and certain social rules defined by beliefs in dangerous contagion, as when the glance or touch of an adulterer is held to bring illness to his neighbours or his children". Spot mancing melimpah, tapi kita perlu bijak dalam memilih. Ben ora kualat. 

Post a Comment

0 Comments